Kamis, 26 Maret 2009

MATA YANG TIDAK MENANGIS

MATA YANG TIDAK MENANGIS DI HARI KIAMAT
Jalaluddin Rakhmat
Semua kaum Muslim berkeyakinan bahwa dunia dan kehidupan ini akan berakhir. Akan datang suatu saat ketika manusia berkumpul di pengadilan Allah Swt. Al-Quran menceritakan berkali-kali tentang peristiwa Hari Kiamat ini, seperti yang disebutkan dalam surah Al-Ghasyiyah ayat 1-16. Dalam surah itu, digambarkan bahwa tidak semua wajah ketakutan. Ada wajah-wajah yang pada hari itu cerah ceria. Mereka merasa bahagia dikarenakan perilakunya di dunia. Dia ditempatkan pada surga yang tinggi. Itulah kelompok orang yang di Hari Kiamat memperoleh kebahagiaan.

Tentang wajah-wajah yang tampak ceria dan gembira di Hari Kiamat, Rasulullah pernah bersabda, "Semua mata akan menangis pada hari kiamat kecuali tiga hal. Pertama, mata yang menangis karena takut kepada Allah Swt. Kedua, mata yang dipalingkan dari apa-apa yang diharamkan Allah. Ketiga, mata yang tidak tidur karena mempertahankan agama Allah."
Mari kita melihat diri kita, apakah mata kita termasuk mata yang menangis di Hari Kiamat?
Dahulu, dalam suatu riwayat, ada seorang yang kerjanya hanya mengejar-ngejar hawa nafsu, bergumul dan berkelana di teinpat-tempat maksiat, dan pulang larut malam.Dari tempat itu, dia pulang dalam keadaan sempoyongan. Di tengah jalan, di sebuah rumah, lelaki itu mendengar sayup-sayup seseorang membaca Al-Quran. Ayat yang dibaca itu berbunyi: "Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kenudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang yang fasik (Qs 57: 16).

Sepulangnya dia di rumah, sebelum tidur, lelaki itu mengulangi lagi bacaan itu di dalam hatinya. Kemudian tanpa terasa air mata mengalir di pipinya. Si pemuda merasakan ketakutan yang luar biasa. Bergetar hatinya di hadapan Allah karena perbuatan maksiat yang pemah dia lakukan. Kemudian ia mengubah cara hidupnya. Ia mengisi hidupnya dengan mencari ilmu, beramal mulia dan beribadah kepada Allah Swt., sehingga di abad kesebelas Hijri dia menjadi seorang ulama besar, seorang bintang di dunia tasawuf.

Orang ini bernama Fudhail bin Iyadh. Dia kembali ke jalan yang benar kerena mengalirkan air mata penyesalan atas kesalahannya di masa lalu lantaran takut kepada Allah Swt. Berbahagialah orang-orang yang pernah bersalah dalam hidupnya kemudian menyesali kesalahannya dengan cara membasahi matanya dengan air mata penyesalan. Mata seperti itu insya Allah termasuk mata yang tidak menangis di Hari Kiamat.
Kedua, mata yang dipalingkan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Seperti telah kita ketahui bahwa Rasulullah pernah bercerita tentang orang-orang yang akan dilindungi di Hari Kiamat ketika orang-orang lain tidak mendapatkan perlindungan. Dari ketujah orang itu salah satu di antaranya adalah seseorang yang diajak melakukan maksiat oleh perempuan, tetapi dia menolak ajakan itu dengan mengatakan, "Aku takut kepada Allah".

Nabi Yusuf as. mewakili kisah ini. Ketika dia menolak ajakan kemaksiatan majikannya. Mata beliau termasuk mata yang tidak akan menangis di Hari Kiamat, lantaran matanya dipalingkan dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah Swt.
Kemudian mata yang ketiga adalah mata yang tidak tidur karena membela agama Allah. Seperti mata pejuang Islam yang selalu mempertahahkan keutuhan agamanya, dan menegakkan tonggak Islam. Itulah tiga pasang mata yang tidak akan menangis di Hari Kiamat, yang dilukiskan oleh Al-Quran sebagai wajah-wajah yang berbahagia di Hari Kiamat nanti.[]

(Jalaluddin Rakhmat, Renungan-Renungan Sufistik: Membuka Tirai Kegaiban, Bandung, Mizan, 1995, h. 165-167)

dakwah keluarga

Karya saduran oleh abu waif/malik dari Kajian Keluarga Sakinah
Masjid Raya Batam, Ahad, 03 Februari 2002
Ust. Heru Winarno, MBA
Di


PENGANTAR
DAKWAH KELUARGA


Apabila kita katakan “dakwah islamiah”, maka yang kita maksudkan adalah “Risalah teakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan kepadanya, baik di depan atau di belakangnya, dengan kalam-Nya yang bernilaik mukzijat, dan yang ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan dari Nabi Saw. dengan sanad yang mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah”

Adapun di antara makna dakwah secara bahasa adalah:
1. An-Nida artinya memanggil; da’a Fulanun ilaa Fulanah, artinya si fulan mengundang si Fulanah,
2. Menyeru; ad du’a ila syai’I, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu.
3. Ad dakwah ila qadhiyah, artinya menegaskannya atau membelanya, baik terhadap yang haq ataupun yang batil, yang positif maupun yang negatif.

Di antara menyeru kepada yang batil adalah kisah yang dijelaskan dalam Al-Quran tentang Nabi Yusuf sebagai berikut:
Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi dakwah mereka kepadaku…” (Yusuf; 33)

Maksud dari kata dakwah di atas adalah kepatuhan kepada wanita-wanita dan terjerumus dalam dosa. Sebagaimana sabda rasulullah Saw. kepada kaum Aus dan Khazraj ketika mereka bersiap-siap untuk berperang, “Apakah (kalian menyeru) dangan dakwah jahiliah, sedangkan aku masih berada di tengah-tengah kalian?”

Diantara maknanya yang positif adalah firman Allah Swt. “bagi-Nya dakwah yang haq.” Dan firman-Nya,
“Allah mendakwahi (manusia) ke Darussalaam (Surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus (Islam).” (Yunus: 25)

di dalam suratnya, Rasulullah Saw. berbicara kepada Heraclius, “Saya mengajak kamu dengan di’ayah (dakwah),” maksudnya dakwah Islam, yaitu kalimat syahadah dan ajaran Allah. Oleh karena itu, orang yang beriman di masa Fir’aun berkata,
“Wahai kaumku, bagaimana kamu ini, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu malah menyeruku ke neraka.” (Al-Mukmin: 41)

Dengan ayat-ayat tersebut, jelaslah bagi kita bahwa ada dakwah menuju surga dan adapula dakwah menuju neraka.

4. Suatu usaha berupa perkataan atau perbuatan untuk menarik manusia kesuatu aliran atau agama tertentu (Al Misbah Al Munir, pada kalimat da’aa)
5. Memohon dan meminta, ini yang sering disebut dengan istilah berdoa.

Allah swt berfirman,
“Ya Tuhan kami, kembalikanlah (kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang singkat, niscaya kami akan mematuhi seruan-Mu dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Ibrahim: 44).

Dalam kamus bahasa Arab dikatakan bahwa pengertian du’aat adalah orang-orang yang mengajak manusia untuk berbai’at pada petunjuk atau kesesatan. Atas dasar itulah maka istilah “da’iyah” atau “dai” berarti orang yang mengajak pada petujuk atau kesesatan. Ini kikuatkan dengan sabda Rasulullah Saw.,
“Barangsiapa mangajak pada petunjuk, ia berhak mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, ia berhak mendapat dosanya seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR Muslim)
Setiap da’I memiliki ciri khas, tergantung pada apa yang ia dakwahkan. Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Kata du’aat adalah jamak dari da’I, seperti kata qadhi dan qudhaat, dan kata rami dan rumaat. Disandarkannya kata itu kepada Allah (dakwah Ilallah) adalah karena spesifikasinya, yaitu para da’I yang khusus menyeru kepada agama Allah, beribadah kepada-Nya, berma’rifat dan mahabbah kepada-Nya. Mereka itu adalah Khawash Khalqillah (makhluk Allah yang istimewa), yang paling mulia dan paling tinggi kedudukan dan nilainya disisi Allah.” (Miftah Daaris Sa’adah, Ibnul Qayyim).



Wassalam.

aktualisasi zakat

Aktualisasi zakat dalam kehidupan muslim
( Abu Wafi )

Sumber pendapatan di dalam suatu pemerintahan Negara Islam pada periode klasik adalah zakat, yang nota benennya merupakan salah satu dari rukun Islam. Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya adalah muslim, penerapan zakat masih jauh dari efektif, bahkan terkesan bersifat sporadic karena tampa dukungan sitem politik. Sementara kelesuan ekonomi yang berkepanjangan saat ini karena ketidakberdayaan system kapitalis dalam memecahkannya.
Ambruknya sendi-sendi perekonomian di Indonesia, yang di tandai dengan terpaan krisis moneter dan ekonomi yang berkempanjangan, tidak saja mematikan dunia usaha, melainkan masyarakat kebanyakanpun menderita kesengsaraan. Ketidakstabilan nilai rupiah terhadap dolar Amerika mengakibatkan meningkatnya beban biaya overhead danproduksi sautu usaha. Terlebih lagi system perekonomian yang berlaku di Indonesia adalah identifikasi dari system ekonomi kafitalis, bukan saja telah menyimpang dari system perekonomian bangsa yang merujuk pada Undang-undang Dasar 1945 – perekonomian berdasarkan atas azas kekeluargaan namun juga bertentangan dengan hak-hak manusia. Perekonomian yang di bangun oleh orde baru disinyalir hanya memihak segelintir manusia dengan kebutuhan yang tidak terbatas. Lahirnya segelintir kolongmerat telah menguasai hampir seluruh kekayaan negara yang mengakibatkan kemiskinan structural. Data statistik tahun 1997 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia 30 % berada dibawah garis kemiskinan. Sejak krisis moneter, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan berkepanjangan yang melahirkan peta kemisikinan baru.

Kelesuan dunia usaha yang terjerat oleh system perekonomian ribawi telah menyadarkan segenap bangsa Indonesia akan perlunya perombakan sruktural ekonomi. Beberapa pakar ekonomi muslim menawarkan ekonomi islam dengan system zakatnya, ekonomi islam merupakan bangunan ekonomi yang didirikan di atas landasan syar’I (Qur’an dan Sunnah).. sementara zakat adalah poros dan pusat keuangan negara islami, yang meliputi bidang moral, social dan ekonomi. Dalam bidang moral zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan. Dalam bidang social, zakat menghapuskan kemiskinan dengan menyadarkan si kaya akan tanggungjawab sosialnya. Dalam ekonomi islam, tidak dikenal istilah; dengan pengeluaran sehamat-hematnya dapat untung sebesar-besarnya. Islam hanya mengenal seseorang yang berusaha akan mendapatkan hasil dari apa yang diusahakannya. Itupun harus halal dan thayyib, yang menyangkut sumber pendapatan, cara maupun zat dari komoditas usaha tersebut.

Esensi Zakat dalam islam
Kata zakat berarti “ yang mengsucikan dan yang menumpik”. Kekayaan yang dihasilkan dari penggunaan keahlian dan kerja manusia pada sumber daya yang telah disediakan Allah adalah sumber kehidupan dan kesenangan manusia. Dan manusia berhak atasnya, sejauh yang diakui oleh islam bagian masyarakat dalm kekayaan yang diasilkan, disebut, zakat. Sesudah kekayaan disisihkan untuk kesejahteraan masyarakat, sisanya yang telah disucikan boleh diagikan ke sisa keolmpok yang punya hak atasnya. Menurut A Manan ada enam prinsip syari’at yang mengatur zakat, yaitu Pertama, prinsip keyakinan dalam islam, karena membayar zakat adalh suatu ibadat dan dengan demikian hanya orang-orang berimanlah yang dapat melaksnakannya.
Sebagaimana friman Allah: “ ………. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah, pinjman yang baik…….(QS. Al-Muzammil; 73;20)
Khalifah pertama Abu Bakar ra. Berkata bahwa; “ Demi Allah, beliau akan memerangi mereka yang membedakan antara shalat dan zakat”
Kedua, prinsip keadilan, sebagaimana sabda Rasulullah saw; “ bagi (hasil) tanah yang diairi oleh hujan dan mata air, atau yang diairi air yang mengalir pada permukaan bumii ditentukan zakatnya sepersepuluh dari hasilnya, sedangkan bagi yang diairi sumur, seperduapuluh dari hasilnya”.(Bukhari ). Ketiga, prinsip produktivitas, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang memperoleh kekayaan setelah satu tahun, berlaku zakat atasnya”. Demikianlah zakat dibayar pada setiap tahun setealh memperhatikan nisab atau surplus minimun tahunan. Keempat, adalah prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan membayar zakat adalah seseorang yang berakal dan bertanggungjawab. Artinya, oarng yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini merupakan suatu ibadat. Perolehan sebagian dari pemungutan zakat dan sebagian diperoleh dari hukum islam tentang etika ekonomi. Perlu di[erhatikan bahwa orang kafir (baik Yahudi, Nasrani, dan penganut sinkritisme) yang berada disuatu negara non islam tidak wajib membayar zakat. Bahkan mereka itu, kalau masuk islam mendapat hak menerima zakat (mustahik muallaf). Keenam, adalah prinsip kemerdekaan, yaitu seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum dapat diisyaratkan untuk membayar zakat. Seorang budak justru mendapat hak menerima zakat. Karena perbudakan sekarang sudah dihapuskan, maka orang yang dipenjara dapat digolongkan ini.

Dari keenam prinsip di atas membuktikan bahwa zakat mengemban misi pemberdayaan si miskin dan ekonomi lemah, di mana konsep tersebut tidak terdapat dalam system ekonomi kafitalis. Dalam system ekonomi kafitalis justru memihak pemodal atau si kaya, karena dukungan pemodal, bunga dapat terbayarkan sehingga penomena yang timbul adalah yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin, akibat terjerat hutang dan bunga yang mencekik leher misalnya bunga majemuk. Bahkan seorang ahli ekonomi kapitalis, Lord Keynes meragukan kemanjuran suku bunga dalam mempengaruhi volume tabungan. Suku bunga yang tinggi sebagaimana yang berlaku pada dunia perbankan saat ini cendrung mengurangi volume investasi yang dilakukan masyrakat bisnis. Kontroversi pemahaman tentang zakat sebagian persepsi tentang zakat adalah mereka yang menganggabnya sebagai suatu amalan pribadi, padahal menurut M.A. Manan, zakat adalah pajak wajib atas tabungan dan harta benda berdasarkan suku yang berbeda-beda, mulai dari dua sampai dua puluh persen. Para fuqoha sepakat dilakukannya tindakan tegas bagi mereka yang lalai membayar zakat yang diwajibkan. Ketegasan terhadap kelalaian para wajib zakat pernah dicontohkan oleh khalifah pertama dalam islam, beliau memerangi para aghniya yang enggan menunaikannya.

Sementara pendapat lain mengatakan bahwa zakat hanya dikeluarkan setahun sekali, karena telah mencapai nisabnya. Kalau pendapatan diterima dalam setahun namun belum mengendap setahun, maka tidak wajib zakat atasnya. Penulis tidak sependapat pemahaman tersebut, karena harta yang telah mencapai nisabnya sebanarnya adalah harta produktif. Misalnya lembu, kalau ia diternakan dan jumlah bertambah banyaknya ditentukan bats-batasnya. Pendapat yang masyhur bahwa nisab lembu itu tiga puluh ekor, maka zakatnya seekor anak sapi jantan atau betina umurnya satu tahun. Akan hal nya uang dapat dinilai produktif, karena apabila terjadi penimbunan atasnya berarti dapat mematikan pekerjaan, merajalelahnya penganguran, matinya pasar-pasar dan mundurnya kegiatan perekonomian secara umum. Perwajiban zakat 2,5 % setahun atas uang amatlah sedikit. Kalau diqiaskan atas mata uang perak, seharusnya batas nisabnya adalah 200 dirham. Padahal jumlah tersebut boleh jadi akan dipenuhi sebelum mencapai setahun. Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya yang wajib zakat. Dalam surat al-Baqoroh 219 firman-Nya; “…….yang lebih dari keperluan”. Sabda Rasululah saw. Bahwa kewajiban zakat hanya bagi orang-orang kaya. Muhammad Al-Gahazali berpendapat bahwa ukuran wajib zakat adalah apabila pendapatan seseorang tidak kurang dari pendapatan seorang petani yang wajib mengeluarkan zakatnya. Jumlahminimal nisab hasil; panen seorang petani adalah lima wasaq setara dengan 653 kg gandum. Sedangkan syahk Yusuf Qordhawi, ukuran nisab uang adalah senilai emas 85 gram. Ukuran nisab lebih tepat apabila dipandang dari sudut profesi. Karena seorang petani dengan pekerjaan yang cukup berat, nisab zakatnya adalah saat panen dan beasrnya seperdua puluh bila dengan pengairan dan sepersepuluh tampa diairi (pengairan buatan). Walaupun tanaman merupakan penentu kehidupan manusia, namun bagi seorang petani, bercocok tanam adalah satu-satunya sumber pendapatan baginya. Jadi nisab yang dikeluarkan seseorang yang berpengahsilan setara dengan pendapatan petani wajib zakat harus dikeluarkan, walupun belum mencapai satu tahun.

Efektifitas zakat sekarang
Ummat islam yang merupakan mayoritas di negeri ini, sampai saat ini belum memiliki lembaga zakat fungsional dan secara structural belum mereprentasikan umat islam sepenuhnya. Keterlantaran ummat masih banyak ditangini dengan system produk manusia yang penuh rekayasa. Zakat tidak dapat dikelola secara propesional, kerana tidak mendapatkan legitimasi kekuasaan. Akibatnya penerapan zakat cendrung bersifat artificial. Sementara wajib zakat yang sadar akan kewajibannya baru segelintir orang.
Lembaga zakat haruslah dapat memaksa para aghniya. Sebagaimana firman Allah: “ Ambillah zakat dari sebagian mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan mensucikan mereka”(QS.at-Taubah ;103). Penerapannya pada masa khalifah Abu Bakar, beliau memerangi para aghniya yang enggan mengeluarkan zakatnya. Untuk dapat memaksa, lembaga zakat harus didukung dengan kekuasaan, karena ummat muslim adalah mayoritas di negeri ini. Namun pelaksanan hak dan kwajibannya termasuk peberlakuan zakat zakat masih bersifat sporadic.

Sementara lembaga zakat seperti Bazis, keberadaanya secara umum (nasional) masih bersifat hidup segan mati tak mau. Keberadaan Bazis sepetinya dipaksaakan sekedar memenuhi tuntutan structural pemerintahan namun tampa dukungan sumber daya manusia yang memadai. Dengan mengefektifkan lembaga zakat berarti pemerataan tingkat kesejahtraan masyarakat bawah akan lebih konkret dibandingkan dengan hanya sekedar menghimbau diatas podium. Untuk itu dukungan dari berbagai lapisan masyarakat akan terwujudnya lembaga zakat yang reprensentatif dan legitimate merupakan persoalan sangat mendesak bangsa Indonesia yang notabenenya adalah mayoritas muslim.

Di tengah ketidakberdayaan ekonomi kafitalis dalam mengatasi problema ekonomi, telah disadari bahwa diperlukannya alternatif system ekonomi yang mampu mengatasi kesenjangan ekonomi di Indonesia. Sudah saatnya ummat islam memilki lembaga zakat yang mandiri, legal dan mampu memberdayakan si lemah. Mengingat ketipangan social dan kriminalitas adlah bermuara dari ekonomi ribawi yang telah mendapatkan legitimasi kekuasaan sejak zaman kolonial sampai 1998 lalu. Zakat yang merupakan kewajiban ummat islam setara dengan menunaikan perintah sahalat, syahadat, puasa Ramadhan dan melaksanakan haji ke baitullah, adalah kewajiban ibadah dan berimpilkasi social diabndingkan ibadah lainnya. Maka zakat sangat efektif kalau didukung dengan kekuasaan karena dapat memaksa aghniya menunaikan kewajibannya dan menyejahtarakan bangsa Indonesia secara keseluruhan, apapun keyakinannya.

Kamis, 19 Maret 2009

pemimpin

Nasihat untuk Pemimpin
Oleh abdul malik

Kita telah memahami bersama bahwa setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Berbicara masalah kekuasaan / kepemimpinan ada beberapa hal yang perlu kita ketahui, diantaranya adalah:

Pertama yang harus kita ketahui adalah kedudukan dan pentingnya kekuasaan. Sesungguhnya kekuasaan adalah sebagian nikmat dari Allah Swt. Siapa saja yang menjalankan kekuasaan dengan benar, maka ia akan memperoleh kebahagiaan yang tidak ada bandingnya, dan tidak ada kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan itu. Siapa saja yang lalai dan tidak menegakkan kekuasaan dengan benar, maka ia akan mendapat siksa yang tidak ada siksaan lebih pedih setelahnya kecuali siksa karena kufur kepada Allah Swt. Keterangan yang menunjukkan betapa agung kedudukan dan pentingnya kekuasaan, adalah apa yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. Beliau bersabda, “ Keadilan sultan satu hari lebih dicintai Allah daripada beribadah selama tujuh puluh tahun”.

Pada sabda yang lain Rasulullah saw berkata,” Pada hari kiamat nanti, tidak ada perlindungan selain perlindungan Allah. Perlindungan tersebut tidak akan diberikan kecuali kepada tujuh golongan, yaitu sultan yang adil terhadap rakyatnya, pemuda yang tumbuh dewasa dalam keadaan beribadah kepada Allah, laki-laki yang sedang berada di pasar tetapi hatinya tetap di Masjid, dua orang manusia yang saling mencintai karena Allah, laki-laki yang berzikir kepada Allah dalam khalwatnya hingga air matanya bercucuran dari kelopak matanya, laki-laki yang digoda oleh wanita bangsawan cantik dan tapi ia berkata: Aku takut kepada Allah, dan laki-laki yang bersedekah secara diam-diam dengan tangan kanannya sehingga tangan kirinya tidak mengatahui.”

Sabda beliau yang lain,” Orang yang paling dicintai Allah dan paling dekat dengan Nya adalah Sultan yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh dengan-Nya adalah sultan yang jahat”.

Jika demikian keadaannya, maka tidak ada nikmat yang lebih sempurna dari nikmat seorang hamba yang diberi jabatan kekuasaan. Satu saat dari umurnya sama dengan seluruh umur orang lain.
Siapa saja yang tidak mengetahui kedudukan nikmat ini dan menggunakannya untuk berbuat zalim serta mengumbar hawa nafsu, maka Allah akan menjadikan baginya musuh yang banyak.
Keterangan yang menunjukkan pentingnya kekuasaan adalah apa yang diriwayatkan Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. Pada suatu hari datang seperti biasa untuk mengelilingi pintu Ka’bah. Pada saat itu di dalamnya terdapat beberapa orang Quraisy. Rasulullah bersabda : “ Wahai pemimpin Quraisy, perlakukan rakyat dan pengikut kalian dengan tiga hal,yaitu jika meminta kasih sayang dari kalian maka kasihanilah mereka, jika kalian membuat keputusan maka buatlah keputusan yang adil dalam urusan mereka, dan berbutlah seperti apa yang kalian katakana. Siapa saja yang tidak melakukan tiga hal tersebut, maka baginya laknat Allah dan malaikat-Nya. Allah tidak akan menerima amalnya baik yang wajib maupun yang sunnah.”

Sabda Nabi yang lain; “ Ada tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah, yaitu sultan yang jahat dan pendusta, kakek-kakek pezina, dan orang miskoin yang sombong”
Maksudnya sombong karena rakus. Suatu hari Rasulullah berkata kepad para sahabat: “ Akan datang suatu hari, yang pada hari itu kalian akan menguasi timur dan barat dalam genggaman kalian. Semua pejabat di daerah akan masuk neraka kecuali orang yang bertakwa kepada Allah, dan menunaikan amanat.” Dan pada hadits yang lain Rasulullah bersabda: “ Seorang hamba yang dianugrahi jabatan oleh Allah untuk mengurusi rakyat, kemudian di berbuat curang kepada mereka, tidak menasihati dan tidak mengasihi mereka maka tidaklah bagi dia kecuali Allah haramkan surga untuknya.”

Dan juga dalam sabda yang lain : “ Siapa saja yang menangani urusan-urusan kaum muslimin kemudian tidak memeliharanya sebagaimana ia memelihara keluarganya, maka sungguh dia telah menyiapkan tempat duduknya di neraka.”

Rasulullah bersabda: “ Dua orang dari umatku yang diharamkan syafaat-ku bagi keduanya (tidak akan mendapatkan syafaat Rasulullah) adalah, penguasa yang zalim, dan ahli bi’ah yang mengada-ada dalam agama serta melampau haq-haq Allah.”

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab pada suatu hari melayat jenazah. Datanglah seorang laki-laki, kemudian dia melaksanakan shalat jenazah. Ketika mayat itu selesai dikubur, orang tadi meletakan tangannya diatas kubur sambil berkata,” Ya Allah jika Engkau mengadzabnya maka itu adalah hak-Mu karena dia telah melakukan maksiat. Jika engkau memberikan rahmat kepadanya, maka sesungguhnya ia sangat membutuhkan rahmat-Mu. Beruntunglah engkau mayit jika engkau bukan orang pemimpin, intelektual, sekretaris penguasa, tokoh masyarakat, atau pengumpul pajak.”
Ketika selesai berkata demikian, dia menghilang dari pandangan manusia. Umar memerintahkan untuk mencari orang tersebut tetapi tidak ditemukan. Kemudian Umar berkata, “ Dia adalah Khidhir as.”
Rasulullah Bersabda: “Celakalah para pemimpin, celakahlah para intelektual, celakahlah para tokoh. Sesungguhnya mereka adalah tiang-tiang yang bergelantungan di langit pada hari kiamat karena perbuatan mereka. Mereka akan diseret ke neraka. Mereka mengangankan andai dulu tidak melakukan pekerjaan itu.”

Kedua, senantiasa merindukan petuah para ulama dan gemar mendengarkan nasihat mereka.

Ketiga, janganlah merasa puas dengan keadaan kita yang tidak pernah melakukan kezaliman. Lebih dari itu, kita mesti mendidik para pembantu, sahabat dan pegawai. Janganlah kita tinggal diam melihat kezhaliman mereka, karena susungguhnya kita akan ditanya perbuatan zalim mereka sebagimana akan ditanyai tentang perbuatan zalim kita.

Sebagaimana dicontohkan oleh Umar Bin Khaththab ketika menulis surat kepada bawahannya, yaitu Abu Musa al-Asya’ariy sebagai berikut : “ Sesungguhnya wakil yang paling berbahagia adalah wakil (kepala pemerintahan setingkat dibawah khalifah,Penrj) yang rakyatnya merasa bahagia. Sesungguhnya wakil yang paling celaka adalah wakil yang rakyatnya dalam keadaan sengsara. Oleh karena itu, mudahkanlah karena sesungguhnya bawahanmu akan mengikuti perilakumu. Perumpamaanmu adalah seperti binatang ternak melihat rumput hijau, kemudian memakannya dalam jumlah banyak hingga gemuk. Ternyata kegemukannya membawa kemalangan kerena hal itu membuat dia disembelih dan dimakan manusia

Keempat, kebanyakan pemimpin memiliki sifat sombong. Salah satu sifat kesombongannya adalah, bila marah ia akan menjatuhkan hukuman. Kemarahan adalah perkara yang membinasakan akal, musuh dan penyakit akal. Jika amarah sudah mendominasi kita, maka kita harus condong kepada sifat pemaaf dan kembali kepada sifat mulia. Jika hal itu sudah menjadi kebiasaan kita, maka kita sudah meneladani para nabi dan aulia. Jika engkau menjadikan kemarahan sebagai kebiasaan maka kita serupa dengan binatang buas.
Sebagimana dikatakan kepada Rasulullah tentang tentang seorang laki-laki, bahwa dia adalah laki-laki yang kuat dan pemberani. Kemudian Rasulullah saw bertanya,” Bagaimana bisa seperti itu?”
Orang-orang menjawab. “ Dia lebih kuat dari siapapun, dan tidak ada seorang pun yang ia tantang bergulat kecuali dia dapat mengalahkan musuhnya itu.”
Maka Rasulullah bersabda : “ Orang kuat yang pemberani adalah orang yang dapat mengalahkan dirinya sendiri, bukan yang dapat mengalahkan orang lain.”
Dan dalam Sabdanya yang lain: “ Tiga hal yang apabila seseorang memilikinya, maka sempurnalah imannya: mampu menahan amarah, bertindak adil baik dalam keadaan ridha maupun dalam keadaan marah, dan pemaaf meskipun dia mampu membalasnya.”

Berkata Umar bin Khaththab, “ Janganlah engkau percaya pada ahklak (prilaku) seseorang sampai engkau mengujinya ketika ia marah.”

Kelima, sesungguhnya pada setiap kejadian yang menimpa diri kita, kita mesti membayangkan bahwa kita adalah salah seorang rakyat, sementara selain diri kita adalah pemimpin. Dengan itu apa yang tidak kita ridhai bagi diri kita sendiri, tidak pula akan diridhai oleh salah seorang muslim. Jika kita meridhai mereka dalam apa yang tidak kita ridhai untuk diri kita sendiri, berarti kita telah menghianati dan menipu bawahan.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Pernah memimpin perang badar dan duduk dibawah naungan, lalu malaikat Jibril turun dan berkata kepada beliau untuk menegurnya,” Wahai Muhammad, engkau duduk dibawah naungan, sementara sahabat-sahabatmu berada dibawah sorotan sinar matahari,” Rasulullah bersabda,” Siapa yang ingin selamat dari panas api neraka dan masuk surga, ia mesti (ketika datang padanya kematian) menemukan kesaksiannya dengan lisannya. Setiap yang tidak diridhai bagi dirinya sendiri, maka tidak seorangpun dari kaum muslim meridhainya.” Rasul melanjutkannya, “ Barangsiapa yang dalam hatinya ada harapan kepada selain Allah, maka tidak ada anugrah Allah dalam sesuatupun. Siapa saja yang tidak bersikap welas asih terhadap kaum muslim, ia berarti bukan termasuk golongan mereka.”


Keenam, janganlah kita memandang rendah orang-orang yang memiliki kebutuhan yang menunggu di depan pintu kita. Hati-hatilah terhadap mereka. Manakala salah seorang muslim memiliki kebutuhan terhadap kita, maka janganlah kita malah tidak memperdulikan mereka karena sibuk dengan ibadah-ibadah sunnah. Sebab, memenuhi berbagai kebutuhan kaum muslim adalah lebih utama dibandingkkan ibadah-ibadah sunnah.

Ketujuh, janganlah kita membiasakan diri sibuk mengurusi berbagai keinginan seperti ingin pakaian kebesaran atau ingin makan-makanan yang lezat. Akan tetapi hendaklah kita bersifat Qonaah terhadap seluruh perkara. Sebab, tidak akan ada keadilan tanpa sikap qona’ah.

Kedelapan, sesungguhnya jika kita memang mampu melakukan setiap urusan dengan penuh kasih sayang dan kelambutan, maka janganlah melakukannya dengan kekerasan dan sikap kasar. Rasulullah saw. Pernah berdoa: “ Ya, Allah, perlakukanlah dengan lemah lembut setiap penguasa yang telah memperlakukan rakyatnya dengan lemah lembut, dan perlakukanlah dengan kasar setiap penguasa yang telah berindak kasar terhadap rakyatnya.”

Kesembilan, hendaklah kita berupaya dengan sungguh-sungguh untuk meraih keridhaan rakyat melalui cara-cara yang sesuai dengan hukum syara’. Rasulullah bersabda kepada sahabat-sahabatnya: “ Sebaik-baik umatku adalah orang-orang yang mencintai kalian, dan kalian mencintai mereka. Dan seburuk-buruk umatku adalah orang-orang yang melaknat kalian, dan kalian melaknat mereka.”
Hendaklah seorang penguasa tidak tertipu oleh orang yang datang kepadanya dan memuji-mujinya, dan janganlah beranggapan bahwa rakyat semacam itu ridha kepadanya. Orang yang memuji itu memberikan pujian hanya karena rasa takutnya, akan tetapi, hendaklah kita menunjuk para utusan yang akan menanyai rakyat tentang keadaan diri kita agar dapat mengetahui aib kita, langsung dari lisan masyarakat.

Kesepuluh, janganlah kita mencari keridahan seorang manusia melalui cara-cara yang bertentangan dengan hukum syara’. Siapa saja yang marah karena adanya pelanggaran hukum syara’, maka marahnya tidak akan membawa bahaya. Umar bin Khaththab r.a. berkata: “ Sesungguhnya aku bangun pagi pada saat sebagian besar mahkluk marah kepadaku.menjadi keharusan bagi seseorang yang diambil haknya untuk marah dan tidak ridha pada orang yang merampas haknya. Kebanyakan manusia bodoh karena mereka meninggalkan keridhaan Allah demi mencari keridhaan makhluk.


Uswatun khasanah
Sang pemimpin

Seperti ombak yang datang berlapis-lapis kaum pemberontak dari Mesir telah berkemah di lereng-lereng pegunungan batu sekitar Madinah. Sedianya mereka handak langsung membunuh Utsman, tetapi Muhammad bin Abu Bakar yang disangka betul-betul memimpin mereka berdasarkan tuntunan hati nurani, berusaha mencegahnya dengan segala cara.
“ Kita akan mengalami kegagalan kalau kita tidak bisa bersabar,” Ucap Muhammad dengan suara bergema. Wibawanya selaku putra khlaifah pertama masih mampu mengendalikan suasana. “ Saudara-saudara kita dari Basrah dan Kufah akan segera tiba. Kita harus bergerak dengan kompak bersama mereka. Untuk itu, yang akan berangkat hari ini ke Madinah hanya pimpinan kelompok-kelompok saja. Kita berikan wewenang kepada mereka sebagai delegasi untuk membacakan tuntutan-tuntutan kita. Setuju ?”

Sebagian besar dari para pembangkang itu meneriakkan kata setuju. Sebab sebenarnya mereka terpisah menjadi dua golongan. Yang pertama adalah kaum oposisi. Mereka ini, seperti halnya sejumlah sahabat yang sering bertentangan dengan pendapat Khalifah, semata-mata melakukan perlawanan secara demokratis. Yang dihendaki adalah perbaikan. Bukan kerusakan. Di Madinah sendiri kaum oposan yang di dalamnya termasuk sahabat yang mulia, Ali bin Abi Thalib, senantiasa mengadakan dialog dengan khalifah kadang-kadang dilakukan dalam acara ramah tamah sekalipun iklimnya menanjak panas dan berkobar-kobar. Namun selalu diakhiri dengan berjabat tangan dan saling berpelukan. Tidak sepotongpun kalimat yang lolos dari meja perdebatan, lalu dijadikan isu luar.
Golongan kedua adalah kaum pengacau dibawah pimpinan Abdullah bin Saba. Dasar pembangkangan mereka ditopang oleh kebencian kepada Islam dan umat Islam. Mereka tidak menginginkan sebarang kebaikan. Yang mereka cari adalah kehancuran lawan, dalam hal ini khalifah dan para pendukungnya. Maka perbuatan mereka cendrung kebiadaban dan kekejaman.
Mengahapi gelombang pengunjuk rasa yang kini telah berkumpul di depan rumahnya, Utsman bin Affan tidak bergeming sejengkalpun dari pendirian semula. Bila kekerasan dilawan kekerasan, yang timbul nanti adalah anarki dan pertumpahan darah yang lebih buruk. Ia tetap mengambil jalan damai dan pengampunan. Ia masih juga melipat tangannya di depan dada. Ia tidak mau para pengawalnya mencabut pedang.
“ Aku bukan pembunuh. Orang-orang itu Cuma belum memahami kebijaksanaanku dan cara berpikirku. Aku akan mencoba menyentuh hati mereka dengan budi baik dan kasih sayang. Kalau jalan ini masih gagal juga, biarlah aku berserah diri kepada Allah.” Utsman bi Affan ketika Marwan bin Hakam minta izin untuk menghabisi mereka dengan senjata. Kemudian Utsman bi Affan melaksanakan sikap yang gagah berani. Ia keluar dari rumahnya dengan langkah tergontai-gontai, dan berdiri ditempat ketinggian untuk berbicara langsung dengan para demonstran.
“ Saudara-saudaraku yang setia.tersebar berita bahwa khalifah menyediakan padang rumput guna ternak-ternak sendiri. Demi Allah aku tidak melakukannya. Sebab untaku hanya dua ekor dan kupergunakan untuk naik haji. Padang rumput itu terbuka untuk umum siapapun boleh mengembalakan hewan piaraannya disana. Apakah dua untaku membutuhkan rerumputan seluas itu, sedangkan kalian tahu, sebelum menjadi khalifah, tiada seseorangpun penduduk jazirah Arab ini memiliki unta lebih banyak daripada kepunyaanku?”

Utsman berhenti sejenak dengan napas mengempas-empas. Orang-orang yang tidak puas itu berdiri tegak hampir tidak sampai hati untuk bergerak. Mereka terharu oleh kemunculan Utsman yang tampak begitu tua dan memelas. Muhammad bin Abu Bakar tersedu-sedu diantara rombongan yang dipimpinnya. Sisa angin yang meliuk-liuk melewati lorong dan atap-atap rumah masih juga mengembuskan kecemasan di hati Muhammad bin Abubakar, jangan-jangan kelompok Abdullah bin Saba dapat menyelundup masuk dan memanaskan situasi.
Sebelum Utsman mengawali kembali pidato pertanggungjawabannya, dua rombongan ini dari Basrah dan Kufah mulai berdatangan. Mereka ikut terbawa suasana samun yang membekukan udara Madinah.
“ Aku dituduh mengangkat pejabat dari kaum muda, sementara masih banyak orang tua yang tidak mendapat kedudukan. Benar kulakukan demikian. Tetapi aku tidak bertindak asal-asalan. Sebab sepanjang penilaianku, berdasarkan keteladanan Rasulullah, pengangkatan pejabat tidaklah terpancang kepada batas umur, tua ataupun muda. Abu Musa Alasya’ari adalah orang tua. Dan ia kujadikan gubenur Kufah walaupun pernah kuberihentikan dari jabatan amir Basrah. Jadi apa salahnya aku memberikan kepercayaan kepada kaum muda? Bukankah Rasulullah menetapkan Usamah bin Zaid sebagai panglima ketika usianya belum genap dalapan belas tahun?”
sebagian kecil dari para pengunjuk rasa itu mengangguk-angguk tanda mengerti. Mereka insaf akan kekerdilan diri sendiri. Setelah menghapus keringat yang gemerlapan di keningnya, Utsman meneruskan ucapannya.
“ Aku juga dituduh terlalu mencintai famili. Maaf, saudara-sudara. Siapakah di antara kalian yang dapat memberikan ayat atau hadist bahwa mencintai famili hukumnya haram? Malahan islam mengajarkan, mencintai keluarga adalah kewajiban, selama tidak merugikan orang lain. Aku memberikan hadiah kepada mereka dari kantungku sendiri. Dan tak akan kubiarkan mereka mengambil uang negara kecuali yang merupakan hak mereka. Demi Allah aku sudah senja, sebentar lagi malam gelabku akan tiba, mengerudungiku dalam ketidak tahuan yang sangat panjang. Tidak ada bedanya aku mati sekarang atau besok. Tidak ada bedanya aku mati terbunuh atau ditempat tidur. Yang jelas, hari-hari pengahabisanku sudah semakin dekat ketimbang kalian. Untuk itu, izinkanlah aku berserah diri kepada Allah. Aku tidak takut dikalahkan, dan aku tidak ingin mengalahkan. Aku hanya menhendaki kebaktian yang tulus dan tuntas kepada sang maha penyayang demi kejayaan islam dan umat islam.”
Lantas khalifah mengucapkan salam penutup diiringi gumam takbir di hatinya. Ia membalikkan tubuh pelan-pelan dan berjalan menunduk memasuki rumahnya yang sepi,. Semua orang terpana ditempatnya. Tidak seutas suarapun kedengaran selain dengusan napas lambat-lambat sebagaimana langkah-langkah kaki mereka tatkala meninggalkan tempat itu.

wanita ideal dimata pria

Muslimah Ideal Dalam Kaca Mata Islam

Dunia adalah perhiasan
Dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah
(HR. Muslim)

Ungkapan Aa Gym tentang wanita shalihah

Wanita solehah merupakan penentram batin, menjadi penguat semangat berjuang suami, semangat ibadah suami. Suami yakin tidak akan dikhianati, kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu, kalau berbicara tutur katanya menentramkan batin, tidak ada keraguan terhadap sikapnya.

Pada prinsipnya wanita solehah adalah wanita yang taat pada Allah, taat pada Rasul. Kecantikannya tidak menjadikan fitnah pada orang lain. Kalau wanita muda dari awal menjaga dirinya, selain dirinya akan terjaga, juga kehormatan dan kemuliaan akan terjaga pula, dan dirinya akan lebih dicintai Allah karena orang yang muda yang taat lebih dicintai Allah daripada orang tua yang taat. Dan, Insyaallah nanti oleh Allah akan diberi pendamping yang baik.

Agar wanita solehah selalu konsisten yaitu dengan istiqomah menimba ilmu dari alam dan lingkungan di sekitarnya dan mengamalkan ilmu yang ada. Wanita yang solehah juga dapat berbakti terhadap suami dan bangsanya dan wanita yang solehah selalu belajar. Tiada hari tanpa belajar.

Wanita Ideal dalam pandangan Rasulullah Saw.

Ketika Rasulullah ditanya tentang bagaimanakah seorang wanita yang terbaik itu ? Maka Rasulullah menjawab: “Wanita terbaik adalah yang menyenangkan bila dipandang suaminya, dan menurut bila disuruh, serta tidak mengkhianatinya, baik dalam menjaga dirinya sendiri atau harta suaminya.”

Di suatu kesempatan pada saat turun ayat : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak …” (QS. 9:34) Nabi Saw bersabda: “Maukah engkau kuberitahu ihwal simpanan terbaik yang dimiliki seseorang? (simpanan terbaik itu) ialah wanita shalihah (Al-mar’ah ash-shalihah). Jika ia melihatnya, wanita itu selalu menyenangkannya. Dan jika ia memerintahnya, wanita itu selalu menaatinya. Dan jika ia tidak ada disisinya wanita itu selalu menjaga kehormatan dan kesucian dirinya.”

Dalam hadits lain, Rasulullah juga pernah bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang mempunyai agama niscaya engkau bahagia.” (HR. Bukhari Muslim)

Dari beberapa hadits rasul tentang wanita, maka dapat disimpulkan bahwa wanita ideal menurut pandangan rasul diantaranya:

 Gadis yang dapat melahirkan banyak keturunan
 Penuh cinta dan kasih sayang
 Cinta
 Beragama
 Jujur
 Selalu menjaga diri dan harta suaminya
 Sangat sayang dan lemah lembut terhadap anak-anaknya
 Pandai mengurus dan memelihara urusan suaminya dalam segala hal

Terkait dengan masalah akhlak / moralitas, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang moralitas wanita ideal, diantaranya adalah:

 Tidak melupakan dirinya sebagai wanita
Wanita ideal adalah wanita yang tidak lupa bahwa ia adalah seorang wanita. Secara fungsional, kewanitaan berarti kelembutan.
 Selalu mendahulukan yang utama
 Logis dalam mengajukan permohonan
Ada beberapa wanita yang mendorong suami mereka menempuh jalan yang penuh duri dan becek. Kemudian mereka akan murung dan mengeluh jika suami-suami mereka tidak mampu memenuhi salah satu permintaan. Jelas, ini akan mengakibatkan kehidupan suami istri terpuruk dalam jalan buntu yang dipenuhi dengan berbagai kebencian, mengarah pada pertengkaran, dan selanjutnya berakhir pada kehancuran rumah tangga.
 Selalu memelihara penampilannya yang manis
 Bersikap bijak
 Selalu berusaha memperoleh pengalaman baru
 Bergaul dengan keluarga suaminya secara baik
 Jujur dan Ikhlas
 Tidak menganggap harta sebagai bukti paling kongkrit sebuah cinta
 Bersikap positif pada aibnya sendiri dan aib suaminya
 Selalu menghindari perselisihan dan percekcokan
 Tidak menjerumuskan suaminya dalam kerusakan
 Tidak menghendaki kebaikannya selalu disebut-sebut
 Tidak suka menyebarluaskan rahasia
 Pandai mengurus rumah dan isinya
 Selalu mendampingi suami dalam suka dan duka
 Menyukai kesenangan suami
 Wanita yang penuh percaya diri
 Selalu mengungkapkan perasaannya dan memberikan kesempatan kepada suaminya untuk mengungkapkan perasaannya juga.
 Selalu menjaga pandangannya
 Menerima dengan ikhlas ketetapan dan ketentuan Allah atas dirinya
 Tidak sombong
 Selalu menepati janji
 Tidak merendahkan suami dan mengatur, seolah-olah dirinya adalah pelindung suaminya.
 Rapi, tetapi tidak berlebihan
 Dll.

Demikian beberapa moralitas yang mesti kita miliki (sebenarnya masih banyak lagi) jika kita menginginkan diri kita menjadi wanita ideal baik di mata Allah, Rasulullah maupun di mata calon suami kita. Semoga Allah bimbing kita untuk bisa mengusahakannya sehingga benar-benar kita akan menjadi sebaik-baik perhiasan sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw. Amien.

Wallaahu a’lam