Kamis, 26 Maret 2009

aktualisasi zakat

Aktualisasi zakat dalam kehidupan muslim
( Abu Wafi )

Sumber pendapatan di dalam suatu pemerintahan Negara Islam pada periode klasik adalah zakat, yang nota benennya merupakan salah satu dari rukun Islam. Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya adalah muslim, penerapan zakat masih jauh dari efektif, bahkan terkesan bersifat sporadic karena tampa dukungan sitem politik. Sementara kelesuan ekonomi yang berkepanjangan saat ini karena ketidakberdayaan system kapitalis dalam memecahkannya.
Ambruknya sendi-sendi perekonomian di Indonesia, yang di tandai dengan terpaan krisis moneter dan ekonomi yang berkempanjangan, tidak saja mematikan dunia usaha, melainkan masyarakat kebanyakanpun menderita kesengsaraan. Ketidakstabilan nilai rupiah terhadap dolar Amerika mengakibatkan meningkatnya beban biaya overhead danproduksi sautu usaha. Terlebih lagi system perekonomian yang berlaku di Indonesia adalah identifikasi dari system ekonomi kafitalis, bukan saja telah menyimpang dari system perekonomian bangsa yang merujuk pada Undang-undang Dasar 1945 – perekonomian berdasarkan atas azas kekeluargaan namun juga bertentangan dengan hak-hak manusia. Perekonomian yang di bangun oleh orde baru disinyalir hanya memihak segelintir manusia dengan kebutuhan yang tidak terbatas. Lahirnya segelintir kolongmerat telah menguasai hampir seluruh kekayaan negara yang mengakibatkan kemiskinan structural. Data statistik tahun 1997 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia 30 % berada dibawah garis kemiskinan. Sejak krisis moneter, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan berkepanjangan yang melahirkan peta kemisikinan baru.

Kelesuan dunia usaha yang terjerat oleh system perekonomian ribawi telah menyadarkan segenap bangsa Indonesia akan perlunya perombakan sruktural ekonomi. Beberapa pakar ekonomi muslim menawarkan ekonomi islam dengan system zakatnya, ekonomi islam merupakan bangunan ekonomi yang didirikan di atas landasan syar’I (Qur’an dan Sunnah).. sementara zakat adalah poros dan pusat keuangan negara islami, yang meliputi bidang moral, social dan ekonomi. Dalam bidang moral zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan. Dalam bidang social, zakat menghapuskan kemiskinan dengan menyadarkan si kaya akan tanggungjawab sosialnya. Dalam ekonomi islam, tidak dikenal istilah; dengan pengeluaran sehamat-hematnya dapat untung sebesar-besarnya. Islam hanya mengenal seseorang yang berusaha akan mendapatkan hasil dari apa yang diusahakannya. Itupun harus halal dan thayyib, yang menyangkut sumber pendapatan, cara maupun zat dari komoditas usaha tersebut.

Esensi Zakat dalam islam
Kata zakat berarti “ yang mengsucikan dan yang menumpik”. Kekayaan yang dihasilkan dari penggunaan keahlian dan kerja manusia pada sumber daya yang telah disediakan Allah adalah sumber kehidupan dan kesenangan manusia. Dan manusia berhak atasnya, sejauh yang diakui oleh islam bagian masyarakat dalm kekayaan yang diasilkan, disebut, zakat. Sesudah kekayaan disisihkan untuk kesejahteraan masyarakat, sisanya yang telah disucikan boleh diagikan ke sisa keolmpok yang punya hak atasnya. Menurut A Manan ada enam prinsip syari’at yang mengatur zakat, yaitu Pertama, prinsip keyakinan dalam islam, karena membayar zakat adalh suatu ibadat dan dengan demikian hanya orang-orang berimanlah yang dapat melaksnakannya.
Sebagaimana friman Allah: “ ………. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah, pinjman yang baik…….(QS. Al-Muzammil; 73;20)
Khalifah pertama Abu Bakar ra. Berkata bahwa; “ Demi Allah, beliau akan memerangi mereka yang membedakan antara shalat dan zakat”
Kedua, prinsip keadilan, sebagaimana sabda Rasulullah saw; “ bagi (hasil) tanah yang diairi oleh hujan dan mata air, atau yang diairi air yang mengalir pada permukaan bumii ditentukan zakatnya sepersepuluh dari hasilnya, sedangkan bagi yang diairi sumur, seperduapuluh dari hasilnya”.(Bukhari ). Ketiga, prinsip produktivitas, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang memperoleh kekayaan setelah satu tahun, berlaku zakat atasnya”. Demikianlah zakat dibayar pada setiap tahun setealh memperhatikan nisab atau surplus minimun tahunan. Keempat, adalah prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan membayar zakat adalah seseorang yang berakal dan bertanggungjawab. Artinya, oarng yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini merupakan suatu ibadat. Perolehan sebagian dari pemungutan zakat dan sebagian diperoleh dari hukum islam tentang etika ekonomi. Perlu di[erhatikan bahwa orang kafir (baik Yahudi, Nasrani, dan penganut sinkritisme) yang berada disuatu negara non islam tidak wajib membayar zakat. Bahkan mereka itu, kalau masuk islam mendapat hak menerima zakat (mustahik muallaf). Keenam, adalah prinsip kemerdekaan, yaitu seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum dapat diisyaratkan untuk membayar zakat. Seorang budak justru mendapat hak menerima zakat. Karena perbudakan sekarang sudah dihapuskan, maka orang yang dipenjara dapat digolongkan ini.

Dari keenam prinsip di atas membuktikan bahwa zakat mengemban misi pemberdayaan si miskin dan ekonomi lemah, di mana konsep tersebut tidak terdapat dalam system ekonomi kafitalis. Dalam system ekonomi kafitalis justru memihak pemodal atau si kaya, karena dukungan pemodal, bunga dapat terbayarkan sehingga penomena yang timbul adalah yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin, akibat terjerat hutang dan bunga yang mencekik leher misalnya bunga majemuk. Bahkan seorang ahli ekonomi kapitalis, Lord Keynes meragukan kemanjuran suku bunga dalam mempengaruhi volume tabungan. Suku bunga yang tinggi sebagaimana yang berlaku pada dunia perbankan saat ini cendrung mengurangi volume investasi yang dilakukan masyrakat bisnis. Kontroversi pemahaman tentang zakat sebagian persepsi tentang zakat adalah mereka yang menganggabnya sebagai suatu amalan pribadi, padahal menurut M.A. Manan, zakat adalah pajak wajib atas tabungan dan harta benda berdasarkan suku yang berbeda-beda, mulai dari dua sampai dua puluh persen. Para fuqoha sepakat dilakukannya tindakan tegas bagi mereka yang lalai membayar zakat yang diwajibkan. Ketegasan terhadap kelalaian para wajib zakat pernah dicontohkan oleh khalifah pertama dalam islam, beliau memerangi para aghniya yang enggan menunaikannya.

Sementara pendapat lain mengatakan bahwa zakat hanya dikeluarkan setahun sekali, karena telah mencapai nisabnya. Kalau pendapatan diterima dalam setahun namun belum mengendap setahun, maka tidak wajib zakat atasnya. Penulis tidak sependapat pemahaman tersebut, karena harta yang telah mencapai nisabnya sebanarnya adalah harta produktif. Misalnya lembu, kalau ia diternakan dan jumlah bertambah banyaknya ditentukan bats-batasnya. Pendapat yang masyhur bahwa nisab lembu itu tiga puluh ekor, maka zakatnya seekor anak sapi jantan atau betina umurnya satu tahun. Akan hal nya uang dapat dinilai produktif, karena apabila terjadi penimbunan atasnya berarti dapat mematikan pekerjaan, merajalelahnya penganguran, matinya pasar-pasar dan mundurnya kegiatan perekonomian secara umum. Perwajiban zakat 2,5 % setahun atas uang amatlah sedikit. Kalau diqiaskan atas mata uang perak, seharusnya batas nisabnya adalah 200 dirham. Padahal jumlah tersebut boleh jadi akan dipenuhi sebelum mencapai setahun. Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya yang wajib zakat. Dalam surat al-Baqoroh 219 firman-Nya; “…….yang lebih dari keperluan”. Sabda Rasululah saw. Bahwa kewajiban zakat hanya bagi orang-orang kaya. Muhammad Al-Gahazali berpendapat bahwa ukuran wajib zakat adalah apabila pendapatan seseorang tidak kurang dari pendapatan seorang petani yang wajib mengeluarkan zakatnya. Jumlahminimal nisab hasil; panen seorang petani adalah lima wasaq setara dengan 653 kg gandum. Sedangkan syahk Yusuf Qordhawi, ukuran nisab uang adalah senilai emas 85 gram. Ukuran nisab lebih tepat apabila dipandang dari sudut profesi. Karena seorang petani dengan pekerjaan yang cukup berat, nisab zakatnya adalah saat panen dan beasrnya seperdua puluh bila dengan pengairan dan sepersepuluh tampa diairi (pengairan buatan). Walaupun tanaman merupakan penentu kehidupan manusia, namun bagi seorang petani, bercocok tanam adalah satu-satunya sumber pendapatan baginya. Jadi nisab yang dikeluarkan seseorang yang berpengahsilan setara dengan pendapatan petani wajib zakat harus dikeluarkan, walupun belum mencapai satu tahun.

Efektifitas zakat sekarang
Ummat islam yang merupakan mayoritas di negeri ini, sampai saat ini belum memiliki lembaga zakat fungsional dan secara structural belum mereprentasikan umat islam sepenuhnya. Keterlantaran ummat masih banyak ditangini dengan system produk manusia yang penuh rekayasa. Zakat tidak dapat dikelola secara propesional, kerana tidak mendapatkan legitimasi kekuasaan. Akibatnya penerapan zakat cendrung bersifat artificial. Sementara wajib zakat yang sadar akan kewajibannya baru segelintir orang.
Lembaga zakat haruslah dapat memaksa para aghniya. Sebagaimana firman Allah: “ Ambillah zakat dari sebagian mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan mensucikan mereka”(QS.at-Taubah ;103). Penerapannya pada masa khalifah Abu Bakar, beliau memerangi para aghniya yang enggan mengeluarkan zakatnya. Untuk dapat memaksa, lembaga zakat harus didukung dengan kekuasaan, karena ummat muslim adalah mayoritas di negeri ini. Namun pelaksanan hak dan kwajibannya termasuk peberlakuan zakat zakat masih bersifat sporadic.

Sementara lembaga zakat seperti Bazis, keberadaanya secara umum (nasional) masih bersifat hidup segan mati tak mau. Keberadaan Bazis sepetinya dipaksaakan sekedar memenuhi tuntutan structural pemerintahan namun tampa dukungan sumber daya manusia yang memadai. Dengan mengefektifkan lembaga zakat berarti pemerataan tingkat kesejahtraan masyarakat bawah akan lebih konkret dibandingkan dengan hanya sekedar menghimbau diatas podium. Untuk itu dukungan dari berbagai lapisan masyarakat akan terwujudnya lembaga zakat yang reprensentatif dan legitimate merupakan persoalan sangat mendesak bangsa Indonesia yang notabenenya adalah mayoritas muslim.

Di tengah ketidakberdayaan ekonomi kafitalis dalam mengatasi problema ekonomi, telah disadari bahwa diperlukannya alternatif system ekonomi yang mampu mengatasi kesenjangan ekonomi di Indonesia. Sudah saatnya ummat islam memilki lembaga zakat yang mandiri, legal dan mampu memberdayakan si lemah. Mengingat ketipangan social dan kriminalitas adlah bermuara dari ekonomi ribawi yang telah mendapatkan legitimasi kekuasaan sejak zaman kolonial sampai 1998 lalu. Zakat yang merupakan kewajiban ummat islam setara dengan menunaikan perintah sahalat, syahadat, puasa Ramadhan dan melaksanakan haji ke baitullah, adalah kewajiban ibadah dan berimpilkasi social diabndingkan ibadah lainnya. Maka zakat sangat efektif kalau didukung dengan kekuasaan karena dapat memaksa aghniya menunaikan kewajibannya dan menyejahtarakan bangsa Indonesia secara keseluruhan, apapun keyakinannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar